Prolog
Kutelusuri isi album itu satu per satu, mengingat ingat kembali segala sesuatu yang dulu pernah terjadi. Satu foto yang tak bisa lepas dari perhatianku, selembar foto yang di dalamnya terdapat dua orang tersenyum bahagia, yang di dalam senyum itu terdapat seribu satu rahasia hidup yang tak akan mudah ditembus. Kuambil dan kubalik foto tersebut hingga nampak tertulis dua nama orang, yaitu Rehan, yang tak lain dan tak bukan adalah aku, dan Mitha, seorang wanita yang aku kagumi sejak pertama masuk SMA.
Aku duduk termangu-mangu di tepi jendela, membolak-balik album foto yang telah usang. Album foto itu kutemukan saat aku sedang membersihkan kamar, terletak di tumpukan kertas tugas sekolah. Hanya sebuah album foto, yang menyimpan sejuta kenangan masa lalu, sejuta kebahagiaan, sejuta duka, dan satu kisah cinta untuk selamanya.
Kutelusuri isi album itu satu per satu, mengingat ingat kembali segala sesuatu yang dulu pernah terjadi. Satu foto yang tak bisa lepas dari perhatianku, selembar foto yang di dalamnya terdapat dua orang tersenyum bahagia, yang di dalam senyum itu terdapat seribu satu rahasia hidup yang tak akan mudah ditembus. Kuambil dan kubalik foto tersebut hingga nampak tertulis dua nama orang, yaitu Rehan, yang tak lain dan tak bukan adalah aku, dan Mitha, seorang wanita yang aku kagumi sejak pertama masuk SMA.
Aku
adalah seorang siswa di SMAN 1 Klaten yang disebut-sebut sebagai SMA terbaik di
Kota Klaten. Sebagai siswa SMAN 1 Klaten, aku selalu disibukkan dengan banyak tugas
dan ujian. Aku bukanlah tipe orang yang cerdas, yang bisa menerima pelajaran
dengan cepat. Tetapi aku selalu berpedoman bahwa jika aku tidak bisa menjadi
orang yang cerdas, paling tidak aku harus bisa menjadi orang yang disiplin.
Mitha,
seorang wanita cantik dengan otak yang sangat encer dan memiliki tata hidup
yang sangat rapi. Dia satu sekolahan denganku. Namun, Mitha berada di kelas
yang berbeda denganku. Mitha selalu mengutamakan pelajaran dan nilai
akademiknya di atas segalanya.
Aku
sudah dekat dengan Mitha sejak Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS.
Hari itu, saat Mitha sedang berada di atas panggung untuk menampilkan pentas
seni, secara tak sengaja aku terus memandangi wajahnya yang begitu manis,
hingga aku tak sadar bahwa ternyata Mitha juga memandangi wajahku dengan
ekspresi keheranan.
“Heyy, kenapa sih Han ? Kok
bengong terus ?” Tanya salah seorang temanku.
“Entahlah, wajahnya sangat
manis.” Aku melontarkan jawaban itu tanpa sadar.
Temanku
kaget dan kembali bertanya, “Haahh ? Manis ? Siapa yang manis ?” Aku tersadar
karena semua temanku mentertawakanku. Belum sempat aku menjawab, temanku
melanjutkan pertanyaannya, “Jangan-jangan, kamu suka sama Mitha, Han ?” Semua
temanku bersorak dan membuat semua pandangan orang tertuju padaku, termasuk
Mitha. Dan tampaknya, Mitha pun juga tersenyum melihatku. Sejak saat itulah,
semua kisah ini dimulai.
Disaat semuanya baik-baik saja
Disaat semuanya baik-baik saja
Hari
senin, alarm berbunyi, dan jam menunjukkan pukul 05.00 pagi. Aku terbangun,
membasuh muka, dan menunaikan ibadah sholat subuh berjamaah di rumahku bersama
orangtuaku. Setelah itu, aku menyiapkan segala perlengkapan sekolah,
dilanjutkan mandi, sarapan pagi, dan menaiki motorku untuk menjemput Mitha.
Sesampainya
di rumah Mitha, aku mengetuk pintu rumahnya. Mitha pun segera membuka pintu
rumahnya dan menyapaku.
“Hai, Rehan.” Sapanya dengan
senyuman tulus.
“Hai, Mitha. Gimana kabarmu hari
ini ?” Tanyaku.
“Kalau aku senyum, berarti aku
baik-baik aja, Han. Masak gitu aja kamu nggak tau sih.” Dia menjawab dengan
sedikit bercanda kepadaku.
“Ya udah, kita langsung berangkat
aja yuk !” Aku menjawab sambil tertawa karena ucapannya tadi.
Aku
langsung menaiki motorku, dan Mitha membonceng di belakangku. Saat perjalanan
ke sekolah, kami tidak berbicara banyak hal, karena Mitha sedang belajar untuk
ulangan harian nanti. Bahkan, sesekali aku melihat Mitha sedang menggunakan
kalkulatornya untuk belajar di mata pelajaran eksakta. Sesampainya di sekolah,
kami berdua berjalan menuju kelas masing-masing.
Aku
meletakkan tasku di kursi, dan mengambil topi dari dalam tas untuk segera
mengikuti upacara bendera. Upacara berlangsung sangat khidmat, baik dari sisi
petugas maupun peserta upacara. Setelah upacara selesai, aku langsung kembali
ke kelas untuk menyiapkan buku pelajaran pertama, yakni Sosiologi.
Sebagai
seorang siswa eksakta, aku tidak terlalu memperdulikan pelajaran yang satu ini.
Selain itu, setiap pelajaran Sosiologi selalu diisi dengan acara nonton film
bersama teman sekelas. Terkadang aku dapat menikmati film yang disajikan,
tetapi terkadang aku sedang tidak mood untuk menonton film dan lebih memilih
untuk tidur sembari menunggu bel istirahat pertama.
Akhirnya,
bel istirahat pun berbunyi. Aku segera keluar dari kelas dan menuju kelas
Mitha. Aku mengajak Mitha pergi ke kantin sekolah untuk sekedar ngobrol dan
membicarakan hal-hal yang menarik. Kami berdua sering berbicara mengenai
bagaimana kami bisa bertemu, dan saling mencintai. Karena hal itu, aku jadi
sering teringat betapa bahagianya saat kami dulu bertemu. Ingatan dan kenangan
itu membuatku tidak ingin kehilangan Mitha dan aku ingin agar Mitha berada di
sisiku selamanya.
Setelah
bel masuk kelas berbunyi, aku dan Mitha bergegas menuju kelas masing-masing.
Aku melanjutkan pelajaranku, dan Mitha melanjutkan pelajarannya. Beginilah
jalannya kehidupan kami, dua orang yang memiliki harapan dan mimpi setinggi
langit.
Bersambung...
Ditulis Oleh : Wahyu Wijiyanto
Waktu Terbit : Sabtu, 24 Maret 2018 Pukul 20.52 WIB
Komentar
Posting Komentar