(Gambar 1. Presiden RI Joko Widodo) |
Indonesia, adalah negara yang
secara resmi merdeka pada 17 Agustus 1945. Dengan keberanian dan semangat para
pejuang, Indonesia bisa lepas dari jajahan Belanda dan mempertahankan keutuhan
negara ini. Betapa beruntungnya bangsa ini, bisa memiliki sebuah negeri yang
kaya akan sumber daya alam dan berbagai potensi besar lainnya. Tanpa kita
sadari, saat ini kita semua sedang berpijak di atas tanah yang di dalamnya
terdapat jutaan sumber daya alam yang dapat menghidupi jutaan manusia, termasuk
kita semua, rakyat Indonesia.
Sudah 73 tahun Indonesia menjalani
kehidupan sebagai sebuah negara kesatuan, dan menjalin hubungan kerjasama
dengan negara lain di dunia. Tahun demi tahun terlewati, Indonesia mulai
membangun diri dan berusaha menunjukkan diri di kancah internasional. Dimulai
dengan pembangunan sistem pemerintahan, pembangunan ekonomi, sampai pada
pembangunan karakter sosial dan kebudayaan masyarakat.
Dalam era globalisasi saat ini,
seluruh negara yang ada di dunia ini, termasuk Indonesia, semakin gencar dalam
mengembangkan teknologi yang ada agar menjadi teknologi yang semakin canggih
dan dapat meringankan pekerjaan manusia. Pengembangan-pengembangan tersebut
tentu saja harus didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai
sehingga dapat tertuang ide-ide cemerlang yang dapat memajukan teknologi yang
ada.
Seperti yang kita semua tahu,
konsep globalisasi saat ini membuat negara yang kuat akan semakin kuat, dan
negara-negara yang lemah akan menjadi semakin lemah. Konsep globalisasi seperti
ini telah menimbulkan kesenjangan yang sangat kontras antara negara yang kuat
dengan negara yang lemah. Pertanyaannya adalah, di mana posisi Indonesia dalam
era globalisasi ini ?
Berdasarkan teori struktural yang
dikemukakan oleh Talcott Parsons, Indonesia termasuk ke dalam jajaran negara
berkembang. Menurut Talcott Parsons, negara berkembang adalah negara yang
rakyatnya memiliki tingkat kesejahteraan atau taraf hidup sedang, dan negara
tersebut sedang dalam proses perkembangan. Dalam pelaksanaannya, negara
berkembang meiliki peran sebagai penyedia sumber daya alam bagi industri milik
negara maju. Indonesia yang merupakan negara agraris tentu saja memiliki sumber
daya alam yang melimpah, dan bisa menyediakan hasil-hasil alam yang dimilikinya
untuk menghidupi industri negara maju. Jika kerjasama yang baik antara negara
maju dan negara berkembang sudah terjalin, maka keduanya akan sama-sama
diuntungkan. Industri milik negara maju akan dapat tetap berjalan dengan baik,
dan negara berkembang juga mendapatkan penghasilan dari sektor hasil alam
mereka. Namun, apakah Indonesia benar-benar seperti itu ?
Bayangkan saja, Indonesia yang
notabene adalah negara agraris harus mengimpor beras dari negara lain untuk
mencukupi kebutuhan rakyatnya. Bukankah seharusnya negara ini bisa menghasilkan
beras yang cukup untuk menghidupi rakyatnya ? Jadi, apakah Indonesia
benar-benar merupakan salah satu jajaran negara berkembang dalam era
globalisasi saat ini ? Ini bukanlah masalah yang kecil. Ini merupakan masalah
yang besar, karena menyangkut harkat dan martabat negara. Lalu, siapa yang
salah dalam masalah ini ? Apakah kita pantas untuk menyalahkan globalisasi
dalam hal ini ?
Tentu saja tidak ! Globalisasi
tidak mungkin bisa disalahkan dalam masalah ini. Globalisasi adalah sebuah
sistem, yang seharusnya bisa memacu kita untuk lebih meningkatkan kualitas diri
dan membangun negara ini menjadi lebih baik. Lalu, apakah pemerintah yang sudah
bersusah payah membangun negara ini dari nol bisa kita salahkan ? Tentu saja
tidak ! Berarti, rakyat yang salah dalam hal ini ? Sekali lagi, tidak ! Pemerintah
dan rakyat masing-masing memegang peranan penting bagi kemajuan negara
Indonesia dalam era globalisasi. Kita tidak bisa serta-merta menyalahkan salah
satu pihak dalam kondisi ini. Pemerintah seharusnya bisa mengevaluasi
kebijakan-kebijakan yang telah berjalan dan mengembangkannya demi kemajuan
bangsa. Dan begitu juga dengan kita, sebagai rakyat seharusnya kita bisa
mengkondisikan diri kita masing-masing dan menggarisbawahi kesalahan kita.
Sebagai rakyat, apa kesalahan terbesar kita ?
Satu akar kesalahan kita sebagai
rakyat adalah “bergantung kepada pemerintah dan hanya bisa saling menyalahkan”.
Jika diibaratkan, Indonesia adalah sebuah bus yang mogok di jalan menanjak, dan
kita, rakyat, adalah penumpang bus tersebut. Lalu, ada seorang yang turun dari
bus dan berusaha mendorong bus itu dari belakang, itulah pemerintah. Kita
sebagai penumpang, hanya bisa menunggu dan bergantung pada orang tersebut untuk
bisa mendorong bus yang kita tumpangi. Kita lupa bahwa orang tersebut juga
punya rasa lelah, dan akhirnya tak kuasa menahan beratnya bus tersebut.
Akhirnya, bus tersebut mulai mundur dan menuruni tanjakan tersebut. Apa yang
kita lakukan ? Ya, sebagai penumpang kita hanya bisa berteriak dan ketakutan.
Akirnya, kita saling menyalahkan dan menuduh satu orang yang berusaha mendorong
bus tadi sebagai akar dari masalah ini, tanpa melihat betapa kerasnya usaha
orang tersebut untuk mendorong bus yang kita tumpangi. Kita tidak memikirkan
bagaimana cara agar bus tersebut dapat berhenti. Yang ada di dalam pikiran kita
hanyalah menyalahkan dan menuduh orang lain tanpa sebab yang jelas dengan
perkataan yang pedas.
Kurang lebih, seperti itulah
perilaku rakyat saat ini jika digambarkan dengan sebuah cerita “bus mogok”. Apa
yang bisa kita lakukan hanyalah menyalahkan, menuduh, menghina, dan merendahkan
tanpa memberikan solusi atas masalah yang ada. Kita seperti anak kecil, yang
menangis ketika keinginannya tidak terpenuhi. Terkadang pemerintah memang
pernah salah dalam mengambil keputusan, tetapi kita tidak perlu sampai menghina
mereka. Sebaiknya, berikan pendapatmu, curahkan aspirasimu, dan sampaikan
solusimu atas masalah yang ada. Pemerintah dan rakyat harus bekerjasama, untuk
Indonesia yang lebih berkemajuan !
Ditulis Oleh : Wahyu Wijiyanto
Waktu Terbit : Minggu, 21 Oktober 2018 Pukul 20.10 WIB
Ditulis Oleh : Wahyu Wijiyanto
Waktu Terbit : Minggu, 21 Oktober 2018 Pukul 20.10 WIB
salah kita semua, karena nggak mungkin hanya nyalahin beberapa pihak saja
BalasHapus